Saham Rokok Lanjut Menguat Usai Purbaya Sindir Tarif Cukai Tembakau

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia — Saham emiten rokok melesat pada perdagangan pagi ini, Senin (22/9/2025). Empat emiten rokok yang melantai di bursa hari ini kompak membukukan kenaikan harga saham yang signifikan.

Per pukul 09.11 WIB saham Indonesia Tobacco (ITIC) tercatat naik paling kencang atau 12,9% ke harga Rp 350 per saham. Kemudian saham Wismilak Inti Makmur (WIIM) naik 8% ke Rp 1.080.

Sementara itu saham dua korporasi rokok raksasa RI juga naik tajam. Saham Gudang Garam (GGRM) yang dalam beberapa tahun terakhir tertekan dari sisi kinerja saham dan keuangan, pada perdagangan pagi ini melesat 8,72% ke harga Rp 11.850 per saham. Terakhir ada saham HM Sampoerna (HMSP) yang naik 8,4% ke Rp 710 per saham.

Kenaikan saham emiten rokok seiring dengan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal tarif cukai hasil tembakau (CHT) di Indonesia. 

Tarif cukai rokok yang ia ketahui langsung dari bawahannya itu dianggap berpotensi besar mengganggu iklim bisnis industri hasil tembakau. 

"Saya tanya, kan, cukai rokok gimana? Sekarang berapa rata-rata? 57%, wah tinggi amat, Firaun lu," kata Purbaya di kantornya, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

Tingginya tarif CHT itu ia akui selama ini turut menekan sisi penerimaan negara, sebab saat tarif rendah pendapatan negara cenderung lebih tinggi.

"Terus, kalau turun gimana? Ini bukan saya mau turunin, ya. cuma diskusi. Kalau turun gimana? Kalau turun makin banyak income-nya. Kenapa dinaikin kalau gitu?" ungkap Purbaya.

Namun, ia menekankan, kebijakan tarif CHT yang tinggi selama ini diterapkan pemerintah merupakan langkah untuk mengendalikan konsumsinya, bukan hanya semata untuk mendulang penerimaan cukai.

"Rupanya, kebijakan itu bukan hanya income saja di belakangnya. Ada policy memang untuk mengecilkan konsumsi rokok. Jadi, kecil lah, otomatis industri-nya kecil, kan? Tenaga kerja di sana juga kecil. Oke, bagus. Ada WHO di belakangnya," tegas Purbaya.

Kendati begitu, Purbaya merasa ada yang tak bijak dalam mendesain kebijakan CHT selama ini, yakni tidak memikirkan tenaga kerja yang selama ini mencari nafkah. Sebab, mendesain kebijakan CHT untuk menekan konsumsi tapi tidak memberi jaminan lapangan kerja baru bagi para pekerjanya.

"Apakah kita sudah buat program untuk memitigasi tenaga kerja yang menjadi nganggur? Programnya apa dari pemerintah? Enggak ada. Loh kok enak? Kenapa buat kebijakan seperti itu? itu diskusinya di sana," ujar Purbaya.

Oleh sebab itu, ia memastikan, di bawah kepemimpinannya kebijakan CHT akan lebih seimbang, antara menjaga sisi kesehatan dengan mengendalikan konsumen, tapi tidak mematikan industrinya yang selama ini menjadi tempat lapangan kerja.

"Kalau gitu, nanti kita lihat. Selama kita enggak bisa punya program yang bisa menyerap tenaga kerja yang nganggur, industri itu enggak boleh dibunuh, itu kan hanya menimbulkan orang susah aja, tapi memang harus dibatasin yang ngerokok itu," ucapnya.

Purbaya mengakui, untuk menjaga sisi kesehatan masyarakat, tentu konsumsi rokok harus dibatasi. Namun, tidak melulu dengan kebijakan tarif yang tinggi melalui pengenaan cukai.

"Memang harus dibatasin yang rokok itu, paling enggak orang ngertilah harus ngerti risiko rokok itu seperti apa. Tapi enggak boleh dengan policy untuk membunuh industri rokok terusnya tenaga kerjanya dibiarkan tanpa kebijakan bantuan dari pemerintah," tegasnya.

"Itu kan kebijakan yang enggak bertanggung jawab, kan?" ungkap Purbaya.


(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Laba Gudang Garam (GGRM) Anjlok 87% Jadi Rp117 M, Kenapa?

Read Entire Article
Photo View |