Saat Ekonomi RI Melambat, Industri Furnitur Malah Tiba-tiba Melesat

5 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia-  Industri furnitur, yang menopang mebel dan kerajinan Indonesia, menunjukkan performa yang mengejutkan pada awal 2025.

Pada kuartal I -2025, industri furnitur tumbuh 9,86% (year on year/yoy) dan 4,37% (qtq). Lonjakan ini terjadi sebelum industri dibayangi ancaman tarif impor dari Amerika Serikat (AS), pasar ekspor terbesar bagi furnitur Indonesia.

Pertumbuhan industri mebel pada kuartal I-2025 yang mencapai 9,86% yoy ini adalah yang tertinggi sejak kuartal IV-2024. Lonjakan ini justru terjadi di tengah melambatnya ekonomi Indonesia. Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,87% atau terendah sejak kuartal III-2021.

Lonjakan pertumbuhan Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2025, yang digelar awal Maret diikuti oleh lebih dari 600 eksportir, menarik 15 ribu buyer dari 115 negara, dan mencatat potensi transaksi on-the-spot sebesar US$ 350 juta.

Luas pameran mencapai 60.000 m², menjadikannya yang terbesar di Asia Tenggara. Lonjakan minat ini mencerminkan permintaan kuat dari pasar global, sekaligus mengindikasikan bahwa industri furnitur nasional memiliki daya saing dan daya tarik yang belum pudar setidaknya hingga tarif benar-benar diberlakukan.

Namun, awan gelap mulai menggantung sejak April. AS berencana mengenakan tarif sebesar 32% untuk produk furnitur asal Indonesia. Meski implementasinya ditunda selama tiga bulan, sentimen pasar langsung terguncang.

Sejumlah pembeli AS menunda pengiriman, barang menumpuk di gudang, dan arus kas eksportir mulai tertekan. "Meskipun tarifnya belum berlaku, dampaknya sudah terasa. Banyak pesanan ditunda," ungkap Abdul Sobur, Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) kepada CNBC Indonesia.

Padahal, pasar AS menyumbang 53,8% ekspor furnitur dan kerajinan Indonesia-sektor padat karya yang menopang ekonomi daerah seperti Jawa dan Bali.

Jika dilihat lebih dalam, ekspor furnitur RI sempat tertekan dalam tiga tahun terakhir. Dari US$ 2,5 miliar pada 2021, nilai ekspor mebel anjlok jadi US$1,75 miliar pada 2023 sebelum naik tipis ke US$1,92 miliar pada 2024 (+9,49%).

Subkategori furnitur kayu yang jadi tulang punggung industri pun hanya tumbuh 0,52% tahun lalu. Namun ada titik terang dari segmen furnitur rotan yang melonjak 36,9%, mengindikasikan potensi substitusi bahan baku dan diversifikasi produk yang mulai dijajaki eksportir.

Industri kini mengambil dua langkah mitigasi. Pertama, memperkuat pasar domestik yang kini mulai terbuka berkat belanja pemerintah. Kedua, mendiversifikasi tujuan ekspor meski tidak mudah dalam jangka pendek.

Eropa juga mulai menerapkan regulasi ketat soal keberlanjutan, sementara pasar Timur Tengah dan Afrika belum bisa menggantikan skala AS. Di sinilah efisiensi produksi dan inovasi desain menjadi kunci bertahan di tengah ketidakpastian tarif.

Maka, apakah industri furnitur Indonesia akan selamat dari badai tarif Trump? Untuk jangka pendek, masih ada ruang bernapas. Kuartal I menunjukkan resiliensi dan momentum positif.

Tapi tanpa strategi jangka menengah untuk diversifikasi pasar, reformulasi produk, dan negosiasi diplomatik dagang, ancaman ini bisa berubah menjadi pukulan permanen.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(emb/emb)

Read Entire Article
Photo View |