Pengusaha Ini Yakin RI Lebih Tahan Banting dari Vietnam

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan tarif dagang Amerika Serikat semakin agresif. Hal ini tentunya menjadi ketakutan global termasuk perekonomian Indonesia.

Terkait hal ini, Pengawas Indonesian Business Council (IBC) Arsjad Rasjid mengatakan bahwa kondisi jangan dibuat gaduh dan tak perlu panik atau terburu-buru dalam merespons.

Arsjad pun meminta masyarakat Indonesia tetap tenang dan fokus dalam merumuskan strategi nasional yang matang. Sebab jika terlalu panik akan membuat perekonomian justru macet.

"Memang kita kena tarif 32%. Itu tinggi, tapi sebenarnya nggak setinggi negara-negara lain," kata Arsjad Rasjid kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (2/5/2025).

"Kalau kita panik, semua uang lari ke emas. Uang nggak berputar, ekonomi jadi macet," jelasnya.

Ia menekankan pentingnya menjaga ketenangan dan melihat gejolak ini sebagai peluang.

"Saya orang yang selalu positif. Apapun gejolak yang terjadi, saya yakin selalu ada peluang," ujarnya penuh optimisme.

Menurut Arsjad, saat ini dunia sedang mencari lokasi-lokasi baru untuk membangun rantai pasok global (new supply chain), dan Indonesia memiliki peluang besar untuk mengambil peran tersebut.

"Indonesia punya sumber daya nasional dan sumber daya manusia yang mungkin lebih unggul dibandingkan negara lain," tambahnya.

Tidak hanya itu, Arsjad juga membandingkan posisi Indonesia dengan Vietnam dalam konteks rantai pasok dunia. Ia mengakui Vietnam lebih unggul dalam sektor manufaktur karena menggunakan mesin-mesin baru, sementara Indonesia masih banyak yang memakai mesin lama. Namun, Indonesia punya kekuatan besar yang tidak dimiliki Vietnam, yakni pasar domestik yang kuat.

"Vietnam lebih bergantung pada ekspor. Market mereka kecil, nggak bisa serap semua produksinya. Sedangkan kita, Indonesia, 75% itu market domestik. Cuma 25% ekspor, dan ekspor kita ke Amerika hanya 10% dari yang 25% itu," rincinya.

Kondisi ini, kata Arsjad, membuat ekonomi Indonesia lebih tahan banting terhadap guncangan global, seperti saat krisis Asia 1998 dan krisis finansial global 2008.

"Itulah yang menyelamatkan kita," tegasnya.

Lebih jauh, Arsjad mengajak seluruh pelaku bisnis dan masyarakat Indonesia untuk melihat masalah tarif ini tidak secara linier, tapi holistik, dengan memperhitungkan kekuatan domestik yang kita miliki.

"Jangan lihat Amerika, tarif, perang tarif itu saja. Lihat juga apa kekuatan kita. Jangan terlalu panik. Karena kalau pasar panik, semua goyang," pungkasnya.


(lih/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Indonesia Terancam Jadi Penonton, Vietnam Panen Investor

Next Article Bos BI Beberkan 2 Sektor Penyelamat Ekonomi RI di 2024

Read Entire Article
Photo View |