- IHSG dan rupiah Indonesia bergerak kompak mengalami pelemahan, sementara yield SBN 10 Tahun terpantau berada di titik terendah.
- Wall Street mengalami rebound pasca kekhawatiran mengenai bank regional AS.
- Data indikator ekonomi global menjadi penentu arah pasar terutama China mengumumkan hasil GDP dan suku bunga acuan.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air ditutup melemah pada perdagangan kemarin, Jumat (17/10/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Surat Berharga Negara (SBN), dan nilai tukar rupiah ditutup melemah karena imbas dari keadaan makroekonomi yang belum kian memberikan titik terang.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan bisa bergerak positif hari ini. Selengkapnya mengenai pergerakan pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan mampu bergerak di zona positif pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (17/10/2025).
IHSG pada perdagangan Jumat kemarin melemah cukup dalam, turun sebesar 2,57% ke level 7.915,66 sekaligus mencatatkan level penutupan yang cukup terjal.
Nilai transaksi pun mencapai Rp28,54 Triliun dan melibatkan 26,21 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 2,15 juta kali. Sebanyak 248 saham menguat, 467 melemah, dan 241 saham tidak bergerak.
Saham emiten Grup Sinarmas PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) menjadi biang kerok utama kejatuhan pasar, setelah ambles 13,78% dan sendirian membebani indeks hingga 58,13 poin.
Derita pasar diperparah oleh rontoknya saham-saham energi milik konglomerat Prajogo Pangestu. Saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) anjlok 5,10% dan menekan indeks sebesar 20,49 poin, diikuti oleh induknya, PT Barito Pacific Tbk (BRPT), yang ambruk 7,12% dan menyumbang tekanan 16,64 poin.
Tidak berhenti di situ, tekanan jual juga melanda saham-saham blue-chip lainnya seperti PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dan PT Astra International Tbk (ASII) yang turut menyeret IHSG lebih dalam.
Dari pasar mata uang, nilai tukar Rupiah tengah mengalami pelemahan tipis sebesar 5 bps dari Rp16.570 ke Rp16.575 di akhir sesi pada Jumat pekan lalu.
Sementara DXY tengah mengalami penguatan. Dibuka di level 98.256 dan ditutup ke level 98.433 walau sempat menyentuh angka 98.554 di tengah sesi tersebut.
Pergerakan Rupiah yang cenderung mendatar ini merefleksikan sikap wait and see para pelaku pasar. Fokus utama investor kini tertuju pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang akan digelar pada pekan ini.
Keputusan suku bunga acuan BI, beserta pernyataan gubernur mengenai prospek ekonomi ke depan, menjadi katalis yang paling dinanti-nanti.
Selain itu, pasar juga menantikan rilis serangkaian data ekonomi domestik yang krusial, termasuk data neraca perdagangan.
Data-data ini akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai denyut nadi perekonomian Indonesia dan menjadi pertimbangan utama bagi BI dalam merumuskan kebijakan moneternya.
Ketidakpastian menjelang pengumuman penting ini membuat investor enggan mengambil posisi besar, sehingga menahan pergerakan Rupiah dalam rentang yang terbatas.
Sebagai negara dengan hubungan dagang yang erat dengan China, Indonesia turut merasakan imbas dari ketegangan ini.
Eskalasi konflik dagang kedua raksasa ekonomi dunia tersebut menimbulkan kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global, sehingga investor cenderung beralih ke aset-aset aman (safe haven) seperti dolar AS dan menekan mata uang negara berkembang seperti Rupiah.
Lanjut ke imbal hasil SBN 10 Tahun, yield terpantau mengalami sedikit kenaikan dari pembukaan di level 5,925% ke level 5,927%. Imbal hasil yang menanjak menandai harga SBN yang turun karena dijual investor.
Hal ini wajar mengingat adanya penurunan cukup tajam pada pekan lalu sehingga mengalami sedikit rebound di pasar SBN 10 Tahun ini. Penurunan diakibatkan adanya sentimen makroekonomi yang sedikit memburuk karean setelah penurunan signifikan tidak dibarengi dengan rebound yang cukup signifikan juga di pasar SBN.
Pages