Mata Uang Asia Tak Kompak: Baht-Ringgit Perkasa, Rupiah Justru Loyo

8 hours ago 5

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia

03 December 2025 10:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar mata uang Asia bergerak tidak seragam terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pagi ini, Rabu (3/12/2025).

Melansir data Refinitiv, pada pukul 09.25 WIB mata uang Asia tampak tidak kompak menghadapi dolar AS. Baht Thailand menjadi mata uang dengan kinerja terkuat, sementara peso Filipina tercatat sebagai yang paling tertekan.

Baht Thailand menguat 0,19% ke level THB 31,93/US$. Tepat di bawahnya terdapat yuan China dan ringgit Malaysia yang masing-masing menguat 0,07%. Yuan berada di level CNY 7,0651/US$, sedangkan ringgit tercatat di MYR 4,127/US$.

Sementara itu, yen Jepang, rupee India, dan dolar Singapura juga sama-sama menguat tipis sebesar 0,04%. Yen bergerak ke JPY 155,79/US$, rupee India berada di INR 89,85/US$, dan dolar Singapura berada di SGD 1,2954/US$.

Di sisi lain, beberapa mata uang Asia justru tertekan melawan dolar AS. Peso Filipina mencatatkan pelemahan terdalam dengan depresiasi 0,19% ke level PHP 58,702/US$. Disusul oleh dong Vietnam yang melemah 0,13% ke VND 26.375/US$, serta dolar Taiwan yang turun 0,03% ke TWD 31,380/US$.

Rupiah sendiri tidak mampu mempertahankan penguatannya. Setelah sempat dibuka menguat 0,03%, rupiah berbalik melemah 0,09% ke posisi Rp16.630/US$. Hal ini menunjukkan tekanan jual yang kembali muncul terhadap mata uang Garuda.

Pergerakan yang tidak kompak pada mata uang Asia pagi ini terjadi seiring kondisi dolar AS yang justru tengah melemah di pasar global. Indeks dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama, turun 0,13% ke level 99,232.

Pelemahan dolar semakin dalam setelah indeks dolar AS jatuh ke sekitar 99,2 pada Rabu, mendekati level terendah satu bulan terakhir. Ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga lanjutan oleh Federal Reserve menjadi faktor utama yang menekan Greenback. Sentimen risk-on juga meningkat setelah adanya rebound pada bitcoin dan pasar saham global.

Berdasarkan CME FedWatch Tool, pasar saat ini memberi peluang sekitar 89% untuk penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan FOMC pekan depan. Selain itu, pasar juga mem-pricing sekitar 90 basis poin total pemangkasan suku bunga hingga 2026.

Ekspektasi bahwa penasihat ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, berpeluang dinominasikan sebagai Ketua The Fed berikutnya turut memperkuat pandangan dovish pasar. Hassett dikenal memiliki pandangan yang mendukung penurunan suku bunga lebih cepat, sejalan dengan sikap Presiden Donald Trump.

Kini perhatian investor global beralih ke rilis data tenaga kerja ADP untuk periode November guna mendapatkan gambaran terbaru tentang kondisi pasar tenaga kerja Amerika Serikat.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
Photo View |