Jet Tempur Paling Mematikan Siap Meluncur, Ini Negara Penguasa Langit

11 hours ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia- Amerika Serikat, China, dan Eropa sedang mengembangkan pesawat dengan kecerdasan buatan terintegrasi, kemampuan komando digital, dan otonomi penuh di medan tempur. Tak lagi mengandalkan kecepatan atau siluman saja, jet ini dirancang sebagai pusat kendali peperangan yang bisa menghubungkan drone, pasukan darat, hingga sistem satelit.

Dan kali ini, Asia tak hanya jadi penonton. Jepang ikut dalam proyek GCAP bersama Eropa. Korea Selatan juga sudah mendeklarasikan ambisinya lewat KF-XX. Siapa yang paling siap? Dan siapa yang bakal benar-benar mendominasi langit 10 tahun ke depan?

Amerika Serikat: Keunggulan Teknologi & Dominasi Rantai Pasok

Amerika Serikat masih jadi benchmark. Lewat program Next-Generation Air Dominance (NGAD), Washington sedang menyiapkan jet tempur F-47, yang akan menggantikan F-22 dan F-35. Jet ini bukan hanya siluman, tapi juga pusat komando udara dengan AI onboard yang mampu mengambil keputusan secara mandiri dalam hitungan detik.

F-47 dirancang untuk beroperasi bersama drone, memiliki radius tempur lebih dari 1.000 mil laut, dan diprediksi aktif sebelum 2030. Kekuatan Amerika tidak hanya terletak pada teknologinya, tapi juga sistem logistik global dan aliansi militer yang solid seperti NATO.

China: Fokus Pasifik dan Dominasi Wilayah

China mengklaim telah melakukan uji coba terhadap J-36, jet tempur generasi keenam yang digadang sebagai tandingan F-47. Radius tempurnya mencapai 1.500 mil laut, dan dilengkapi kokpit ganda untuk pengendalian drone secara real-time. Jet ini dikembangkan untuk mengintai dan membayangi armada AS seperti B-21 Raider.

Beijing melihat penguasaan langit di kawasan Asia Timur dan Pasifik sebagai strategi pertahanan utama. Dengan kapasitas manufaktur besar dan alokasi dana pertahanan yang agresif, pengembangan jet generasi keenam menjadi bagian dari ambisi jangka panjang China sebagai kekuatan global.

Eropa & Jepang: Aliansi Teknologi lewat GCAP Tempest

Proyek GCAP Tempest menjadi strategi Eropa untuk tidak tertinggal. Inggris, Italia, dan Jepang bergabung mengembangkan jet yang diproyeksikan aktif pada 2035. Tempest ditargetkan memiliki kecepatan lebih dari Mach 2, mampu membawa hingga 10.000 pon senjata internal, dan terbang lintas Atlantik tanpa pengisian bahan bakar.

Eropa mungkin lebih lambat dari AS dan China, tapi kekuatan mereka ada pada pendekatan kolaboratif, integrasi antarnegara, dan pengalaman bertempur lewat Eurofighter Typhoon. Masuknya Jepang ke proyek ini menunjukkan arah geopolitik baru: Asia Timur kini ikut merancang standar teknologi militer dunia.

Korea Selatan: Pendatang Serius, Modal Teknologi & Mitra Strategis

Korea Aerospace Industries (KAI) telah mendeklarasikan rencana pengembangan jet tempur generasi keenam, meski tanpa nama resmi sementara disebut KF-XX. Basis teknologinya berasal dari jet generasi 4.5 KF-21 Boramae dan berbagai UAV canggih yang sudah dalam tahap produksi.

Korea memprioritaskan sistem crewed-uncrewed teaming, di mana jet tempur berawak akan bertempur berdampingan dengan drone. Meski belum ada detail resmi soal kecepatan atau radius tempur, ambisi ini menunjukkan bahwa Seoul tak lagi sekadar mengikuti, tapi siap berinvestasi jangka panjang sebagai pemain baru di langit global.

Meskipun generasi keenam masih dikembangkan, AS, China, dan Rusia masih memimpin di level operasional dengan jet generasi kelima dan sebelumnya. Tapi ketimpangan teknologi ini makin menyempit karena masifnya investasi Asia dan Eropa.

Siapa yang Akan Kuasai Langit?

Amerika masih unggul secara teknologi dan jaringan militer. Tapi China tak jauh di belakang, dan punya kecepatan eksekusi yang agresif. Eropa unggul di kolaborasi, sementara Korea Selatan dan Jepang menandai babak baru dominasi Asia di udara.

Dalam 5-10 tahun ke depan, penguasaan langit akan ditentukan oleh siapa yang paling cepat menyatukan AI, drone, satelit, dan jet dalam satu sistem tempur. Karena pada akhirnya, penguasaan udara bukan lagi soal berapa cepat jet bisa terbang tapi seberapa cepat dia bisa memutuskan.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Photo View |