IMF Naikkan Proyeksi Ekonomi Global, Perang Dagang Jadi "Bom Waktu"

12 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional (IMF) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2025, setelah guncangan tarif dan kondisi keuangan global terbukti lebih ringan dari perkiraan awal.

Namun, lembaga keuangan internasional itu memperingatkan bahwa ancaman perang dagang baru antara Amerika Serikat dan China, yang dilontarkan langsung oleh Presiden Donald Trump, berpotensi menghambat pemulihan ekonomi dunia secara signifikan.

Dalam laporan World Economic Outlook terbarunya yang dirilis Selasa (14/10/2025), IMF memperkirakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil global tahun 2025 akan mencapai 3,2%. Persentase itu naik dari proyeksi Juli sebesar 3,0% dan jauh lebih tinggi dari proyeksi April sebesar 2,8% yang dibuat setelah Trump memberlakukan tarif dagang global secara luas.

Untuk 2026, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan tetap stabil di 3,1%.

Kenaikan proyeksi ini, menurut IMF, didorong oleh serangkaian faktor positif seperti tarif yang lebih rendah dari perkiraan, respons cepat sektor swasta dalam mengalihkan rantai pasokan, pelemahan dolar AS, stimulus fiskal di Eropa dan China, serta lonjakan investasi di sektor kecerdasan buatan (AI).

"Intinya: situasinya tidak seburuk yang kami takutkan, tapi masih lebih buruk dari yang kami harapkan setahun lalu, dan lebih buruk dari yang seharusnya," kata Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas, dilansir Reuters.

Adapun Trump pada Jumat lalu mengancam akan menaikkan tarif hingga 100% terhadap barang-barang impor asal China, di atas rata-rata tarif eksisting sebesar 55%. Langkah tersebut merupakan respons atas kebijakan Beijing yang memperluas kontrol ekspor terhadap logam mineral tanah jarang, komponen penting untuk industri teknologi tinggi.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengonfirmasi pada Senin bahwa pembicaraan tengah berlangsung untuk mencegah eskalasi besar dalam perang dagang kedua antara dua ekonomi terbesar dunia itu.

"Jelas bahwa jika ancaman ini benar-benar terjadi, itu akan menjadi risiko yang sangat besar bagi ekonomi global," ujar Gourinchas kepada Reuters.

Ia menambahkan bahwa peningkatan tarif yang masif dapat menekan proyeksi pertumbuhan global dan memperburuk ketidakpastian yang sudah menghambat investasi serta belanja konsumen.

Dalam skenario risiko terburuk yang dimodelkan IMF, dengan kenaikan tarif 30 poin persentase terhadap barang-barang China, dan 10 poin terhadap Jepang, kawasan euro, serta pasar berkembang Asia, pertumbuhan global 2026 akan turun 0,3 poin persentase. Dampaknya bahkan bisa meningkat menjadi lebih dari 0,6 poin persentase hingga 2028.

Jika digabungkan dengan efek lanjutan seperti kenaikan inflasi, bunga, dan melemahnya permintaan terhadap aset-aset AS, IMF memperkirakan PDB global bisa menyusut hingga 1,2 poin persentase pada 2026 dan 1,8 poin pada 2027.

Ekonomi AS Masih Tangguh

Meski demikian, IMF menilai ekonomi Amerika Serikat masih menunjukkan ketahanan. Lembaga itu memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS sebesar 2,0% pada 2025, naik tipis dari perkiraan Juli sebesar 1,9%, dan 2,1% pada 2026.

Kinerja AS didorong oleh kombinasi beberapa faktor, termasuk tarif impor yang lebih rendah dari kekhawatiran awal, kebijakan fiskal ekspansif melalui RUU pajak Partai Republik, pelonggaran kondisi keuangan, dan ledakan investasi AI yang terus mendorong produktivitas sektor swasta.

Sementara itu, ekonomi kawasan zona euro juga mendapat sedikit peningkatan, dengan proyeksi pertumbuhan naik menjadi 1,2% dari 1,0%, didorong oleh stimulus fiskal di Jerman dan momentum kuat di Spanyol.

Di Jepang, pertumbuhan diperkirakan melonjak tajam menjadi 1,1% dari 0,7%, berkat peningkatan konsumsi domestik dan kenaikan upah, serta lonjakan ekspor akibat percepatan perdagangan sebelum tarif AS diberlakukan. Namun pada 2026, pertumbuhan Jepang diperkirakan melambat ke 0.6%, meski tetap 0,1 poin lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya.

Perekonomian China Masih Rapuh

Berbeda dengan kawasan lain, IMF tidak mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi China, yang tetap di 4,8% untuk 2025 dan 4,2% untuk 2026.

"Prospeknya tetap mengkhawatirkan," tulis Gourinchas. "Sektor properti masih rapuh empat tahun setelah gelembungnya pecah. Risiko stabilitas keuangan meningkat karena investasi real estat terus merosot, permintaan kredit lemah, dan ekonomi berada di ambang jebakan deflasi utang."

IMF juga menyoroti bahwa peningkatan ekspor China yang menopang pertumbuhan tahun ini kemungkinan tidak berkelanjutan, terutama di tengah ketegangan geopolitik dan kebijakan proteksionis global yang kian menguat.

Sementara itu, proyeksi inflasi global tetap hampir tidak berubah di 4,2% untuk 2025 dan 3,7% untuk 2026. Namun, IMF mencatat adanya perbedaan antarwilayah: inflasi di AS cenderung naik karena perusahaan mulai meneruskan beban tarif ke konsumen, sedangkan di Asia, termasuk China, India, dan Thailand, tekanan harga menurun karena pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Aksi Trump Jadi Bumerang, Laju Ekonomi AS Diramal Anjlok Sisa Segini

Read Entire Article
Photo View |