Jakarta, CNBC Indonesia - Penjahat siber kini makin canggih. FBI mengungkap bahwa ada pelaku kejahatan yang menggunakan pesan teks dan suara buatan AI untuk menyamar sebagai pejabat tinggi AS demi membobol akun pribadi para pejabat negara.
Dalam pengumuman resmi yang dirilis, FBI menyebut para pelaku menargetkan pejabat tingkat tinggi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak menjabat, di level federal maupun negara bagian.
Modusnya, pelaku menjalin komunikasi awal lewat pesan, lalu meminta korban beralih ke platform pesan lain yang ternyata situs jebakan milik hacker. Situs ini didesain untuk mencuri kredensial login seperti username dan password.
Mengutip Reuters, Sabtu (17/5/2025) FBI memperingatkan bahwa akses ke akun ini bisa digunakan untuk menyerang pejabat lain, mencuri informasi sensitif, atau bahkan meminta dana.
FBI sebelumnya juga sudah memperingatkan bahwa AI makin sering disalahgunakan untuk membuat konten palsu, dari teks, gambar, hingga audio dan video, untuk melakukan penipuan hingga pemerasan.
Sebelumnya di Indonesia juga terjadi hal serupa. Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkapkan penipuan menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelegence (AI) yang melanggar undang-undang ITE. Terungkap, Polri telah menangkap tersangka yang mencatut gambar atau memalsukan video (deepfake) para pejabat termasuk Presiden RI Prabowo Sibianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Adji menyampaikan, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri berhasil mengamankan tersangka berinisial JS yang berusia 25 tahun. Ia bekerja sebagai buruh harian lepas di Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung.
"Tersangka JS dari hasil pemeriksaannya mengakui bahwa telah melakukan kegiatan penipuan ini sejak tahun 2024 yang modus operandinya adalah menyebarkan konten berupa video deepfake yang menampilkan pejabat negara dan sejumlah public figure ternama di Indonesia," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (7/2/2025).
Berdasarkan bukti yang ditemukan sejak bulan Desember 2024, tersangka telah meraup keuntungan kurang lebih sebesar Rp 65 juta dengan cara menipu para korbannya kurang lebih 100 orang berasal dari 20 provinsi dengan jumlah korban terbanyak berasal dari provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Papua.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Risiko Serangan Siber Berbasis AI Kian Ngeri, RI Siap Hadapi?
Next Article Video: CEO Google Beri Peringatan Bahaya di 2025