Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia terus berupaya melakukan penguatan pengawasan untuk mencegah kebocoran dan pemborosan anggaran sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, salah satunya lewat forum yang mendiskusikan berbagai gagasan guna mengurai permasalahan berserta solusi terkait hal tersebut.
Langkah ini juga menjadi upaya menyejajarkan kualitas pengawasan dan integritas publik Indonesia dengan standar yang dimiliki The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) bagi anggotanya. Seperti diketahui Indonesia tengah melakukan prosesi aksesi menjadi anggota OECD.
Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kementerian PANRB Erwan Agus Purwanto menjelaskan standar kebijakan pengawasan anggaran di kancah global terus berkembang. Kementerian/lembaga pengawasan perlu lebih adaptif dan peka terhadap ekspektasi masyarakat. Menurutnya, Framework for Public Integrity dari OECD dapat menjadi referensi dalam perumusan kebijakan pengawasan agar Indonesia dapat meyakinkan masyarakat global.
Selaras dengan perkembangan tren global, Kementerian PANRB juga merumuskan arah kebijakan pengawasan nasional yang dituangkan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional (GDRBN) 2025-2045.
Menurutnya, Corruption Perception Index (CPI) menjadi salah satu indikator tujuan reformasi birokrasi dan mengadopsi standar kebijakan pengawasan dari OECD maupun praktik baik dari negara-negara maju.
"KementerianPANRB memasukkan indikator pengawasan ke dalam pengukuran indeks RB yang saat ini lebih kolaboratif. Ke depan, kebijakan pengelolaan konflik kepentingan yang diatur dalam PermenPANRB No. 17/2024 akan menjadi indikator baru dalam mengukur keberhasilan RB," ungkap Erwan dalam National Oversight & Integrity Forum 2025: Menguatkan Pengawasan Nasional, Membangun Integritas Publik Global di Jakarta, Senin (22/9/2025).
Senior Policy Analyst & Team Lead - Public Integrity Indicators OECD, Carissa Munro menjelaskan bahwa Indonesia memiliki berbagai kebijakan yang solid terkait pengawasan maupun penguatan integritas publik. Namun, dari segi implementasi masih banyak pekerjaan rumah yang harus dirampungkan.
"Strategi antikorupsi Indonesia memiliki tujuan yang kuat untuk mengurangi risiko pada pelanggaran integritas. Indonesia juga memiliki kerangka regulasi yang kuat mengenai konflik kepentingan. Namun, ke depan Indonesia juga harus fokus pada kepatuhan pelaporan dan transparansi dari pemangku politik," ungkapnya.
Senada dengan Carissa, Plt. Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aminudin menyebut, temuan OECD yang mengatakan bahwa Indonesia punya kebijakan yang kuat namun kurang dari sisi implementasi juga selaras dengan apa yang ditemukan KPK. Sebagai solusi atas temuan itu, menurutnya, reformasi harus berfokus pada implementasi, manajemen risiko, dan akuntabilitas politik.
KPK juga telah menyiapkan sejumlah langkah untuk meningkatkan kualitas integritas publik Indonesia. Pertama, memposisikan STRANAS PK sebagai kerangka kerja kunci untuk menutup kesenjangan pada Indikator Integritas Publik (PII) OECD dan memperkuat sistem integritas Indonesia.
Kedua, menambahkan pilar manajemen risiko untuk secara proaktif mengidentifikasi, memitigasi, dan memantau risiko korupsi. Berikutnya adalah mendorong regulasi dan studi kebijakan tentang keuangan politik, lobi, dan pasca-pekerjaan melalui kerangka kerja konflik kepentingan, termasuk uji coba di lembaga-lembaga tertentu.
"Langkah lain adalah dengan mengintegrasikan hasil pemantauan KPK ke dalam STRANAS PK dan Kementerian/Lembaga lain sebagai umpan balik kebijakan untuk meningkatkan desain, implementasi, dan akuntabilitas," ungkapnya.
Berbagai temuan yang dibahas dalam National Oversight & Integrity Forum 2025 diharapkan dapat membantu mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dari sistem yang ada. Pada akhirnya lewat Forum ini akan lahir rekomendasi dan langkah-langkah konkret yang dapat diambil untuk memperbaiki sistem pengawasan.
Reformasi Antikorupsi
Sejalan dengan moto OECD, "Better Policies for Better Lives", Pemerintah Indonesia sedang mendorong menuju visi Indonesia Emas 2045 melalui transformasi struktural di seluruh sektor sosial, ekonomi, dan tata kelola, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.
Melalui visi Asta Cita Pemerintahan Presiden Prabowo, Indonesia terus memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta meningkatkan pencegahan dan penegakan antikorupsi. Reformasi ini menekankan perumusan kebijakan, pengawasan, dan transparansi.
"Pemberantasan korupsi merupakan prioritas bersama bagi kita semua. Hal ini membutuhkan partisipasi aktif dari sektor publik, sektor swasta, dan masyarakat luas. Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengikis kepercayaan publik dan menghambat pembangunan ekonomi, terutama melemahkan iklim investasi," tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang hadir secara virtual dalam acara The 12th ADB-OECD Anti-Corruption Initiative for Asia and The Pacific (ACI) Regional Conference, Selasa (23/09).
Menko Airlangga mengatakan bahwa salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia dan menjadi perhatian investor yaitu terkait kepastian kebijakan. Untuk itu, Pemerintah terus memperkuat integritas serta transparansi institusi, sekaligus memperbaiki iklim usaha dengan memangkas birokrasi, menarik investasi, dan mendorong penciptaan lapangan kerja. Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2025 yang mencabut PP No. 5 Tahun 2021. Aturan baru ini memperkuat kerangka Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dengan prosedur yang lebih jelas, kepastian hukum yang lebih kuat, serta regulasi yang lebih transparan.
"Dengan belajar dari praktik terbaik yang dibagikan oleh ADB dan OECD, kita dapat bersama-sama mempromosikan tata kelola yang lebih efisien dan transparan serta menciptakan iklim investasi yang lebih menarik," ujar Menko Airlangga.
Pada Pertemuan Dewan Menteri OECD, 3 Juni 2025, Indonesia menyerahkan Initial Memorandum sekaligus secara resmi mengajukan diri untuk bergabung dalam OECD Convention on Combating Bribery of Foreign Public Officials in International Business Transactions.
Langkah ini menjadi tonggak penting dalam proses keanggotaan Indonesia di OECD serta menegaskan komitmen Indonesia untuk tidak hanya sejalan, tetapi juga berkontribusi dalam membentuk standar dan praktik terbaik internasional. Proses aksesi Indonesia ke dalam OECD diharapkan menjadi peta jalan reformasi terstruktur yang dapat mempercepat agenda antikorupsi Indonesia, meskipun membutuhkan waktu dan penyesuaian regulasi secara bertahap.
"Indonesia menyambut baik kesempatan ini untuk memperkuat tata kelola publik, integritas, dan upaya antikorupsi, dan tetap berkomitmen untuk mengejar langkah-langkah yang diperlukan menuju lingkungan bisnis yang lebih transparan dan adil," kata Menko Airlangga.
Menutup sambutannya, Menko Airlangga menekankan bahwa konferensi ini bukan hanya sekedar pertemuan, tetapi menjadi kesempatan untuk terus memperkuat integritas, menumbuhkan kepercayaan, serta mendorong pertumbuhan berkelanjutan.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Progres Aksesi OECD, Dokumen Asesmen Mandiri RI Masuk Tahap FInal