Asia Healthcare Summit Hadirkan Inovasi AI Berbagai RS di Indonesia

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa yang mayoritas berusia muda. Saat ini Indonesia tengah menikmati bonus demografi, dengan populasi usia produktif mendominasi dan berkontribusi besar pada kemajuan bangsa.

Secara global, Indonesia memegang posisi strategis, bukan hanya sebagai pasar, tetapi juga sebagai penggerak ekonomi utama di kawasan. Besarnya populasi dan pesatnya digitalisasi di berbagai sektor telah menempatkan Indonesia sebagai kekuatan penting dalam transformasi kesehatan digital di Asia.

Momentum ini mendorong penyedia teknologi data inovatif InterSystems kembali menggelar Asia Healthcare Summit 2025 di Jakarta, dengan fokus pada kesiapan menghadapi era kecerdasan buatan (AI).

Forum ini mempertemukan lebih dari 250 inovator kesehatan digital regional dan lokal dari komunitas InterSystems, termasuk Bali International Hospital, Prodia, EMC Healthcare, EKA Hospital, Pondok Indah Group, dan Asia One Healthcare dari Indonesia.

Founder dan CEO InterSystems Terry Ragon menyatakan saat ini merupakan momen yang sangat penting bagi teknologi informasi kesehatan.

"Kita berada di awal pergeseran besar dalam komputasi memasuki era AI. Asia Tenggara adalah pusat inovasi, dan di Summit ini, klien kami menunjukkan bagaimana mereka menghadirkan layanan kesehatan kelas dunia dengan teknologi kami," ujar Ragon, dikutip Selasa (16/9/2025).

Pada kesempatan yang sama, Regional Managing Director Asia Pacific InterSystems Luciano Brustia, menegaskan komitmen perusahaan untuk memberdayakan tenaga medis melalui akses data dan sistem berbasis AI. Brustia menyoroti capaian rumah sakit di Asia yang berhasil meraih validasi HIMSS EMRAM tingkat 6 dan 7 sebagai tolok ukur kematangan digital kesehatan.

Pondok Indah Hospital Group, yang pertama mencapai EMRAM 6 di Indonesia, kini telah meraih EMRAM 7 di seluruh rumah sakitnya. Sementara itu, EMC Grha Kedoya baru saja mencapai EMRAM 6, dan National Heart Institute Malaysia menjadi rumah sakit pertama di Malaysia yang berhasil mencapai EMRAM 6.

Salah satu sorotan dalam pertemuan ini datang dari Dr. Noel Yeo, Chief Commercial & Operations Officer Bali International Hospital, yang resmi dibuka Juni 2025 di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur, Bali. Dr. Yeo memaparkan bagaimana rumah sakit ini merevolusi layanan kesehatan di Indonesia dengan dukungan sistem rekam medis elektronik InterSystems TrakCare.

Sementara itu, EMC Healthcare menjadi rumah sakit pertama di Asia yang mengadopsi InterSystems IntelliCare™, sistem rekam medis elektronik berbasis AI.

"IntelliCare dirancang agar dokter kami punya lebih banyak waktu untuk fokus pada pasien, sementara data mengalir aman dan instan untuk mendukung pengambilan keputusan," jelas CEO EMC Healthcare Jusup Halimi.

Dari sisi teknologi, Head of Global Healthcare Solutions InterSystems Don Woodlock, menjelaskan peran InterSystems dalam mendukung kelancaran aliran data kesehatan serta bagaimana perusahaan membangun AI ke dalam tiga lini produk intinya, dengan platform data InterSystems IRIS sebagai fondasi.

InterSystems IRIS merupakan platform data terpadu yang memungkinkan mitra kesehatan membangun aplikasi kesehatan berbasis AI dengan cepat, sekaligus memastikan interoperabilitas lintas organisasi dan sistem. IRIS juga mendukung teknologi terbaru, termasuk vector embedding untuk pengujian medis, yang memungkinkan large language models (LLM) memanfaatkan data medis untuk aplikasi generatif AI.

Selain itu, InterSystems menghadirkan HealthShare untuk integrasi data komunitas kesehatan, serta TrakCare dan IntelliCare untuk rekam medis elektronik, dengan IntelliCare yang kini tersedia luas dan dirancang sepenuhnya berbasis AI.

Melalui inovasi berbasis AI dan interoperabilitas data, InterSystems berupaya mempercepat digitalisasi, meningkatkan keberlanjutan layanan kesehatan, serta memperbaiki hasil perawatan pasien, sekaligus mempersiapkan era baru layanan kesehatan.

Upaya ini sejalan dengan inisiatif pemerintah Indonesia. Melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), pemerintah akan menyalurkan investasi besar ke sektor kesehatan.

Managing Director of Investment BPI Danantara Stefanus Ade Hadiwidjaja menekankan bahwa kesehatan harus dipandang sebagai investasi strategis, bukan biaya.

"Pesan utama yang ingin saya tekankan: kesehatan bukanlah pengeluaran, tetapi investasi. Mari kita bangun sektor ini bersama-sama, karena peluang di pasar begitu besar," ujarnya.

Potensi investasi di sektor kesehatan Indonesia masih sangat luas, mengingat jumlah rumah sakit dan belanja kesehatan per kapita masih jauh di bawah rata-rata regional maupun global. Pada 2024, Indonesia memiliki sekitar 1.070 rumah sakit, jauh lebih sedikit dibandingkan Filipina dengan 1.753 rumah sakit. Belanja kesehatan Indonesia juga masih di bawah 3% dari PDB.

Stefanus menjelaskan investasi BPI Danantara akan difokuskan pada tiga area utama: layanan kesehatan, manufaktur, serta inovasi & teknologi. Salah satu proyek andalan adalah pembangunan Bali International Hospital berkapasitas 250 tempat tidur di Sanur, Bali, yang bekerja sama dengan mitra global seperti Mayo Clinic dan pusat jantung berstandar internasional.

"Kami ingin membangun fasilitas kesehatan kelas dunia di Indonesia, yang mampu bersaing dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Karena itu, saya mengajak masyarakat untuk tidak perlu lagi pergi ke luar negeri untuk medical check-up-datang saja ke Bali, ke Sanur, sambil menikmati Bali," pungkasnya.


(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Banyak Investor Kesehatan Keluhkan Izin Investasi di RI Tak Jelas

Read Entire Article
Photo View |